Mohon Maaf apabila terdapat terjemahan yang kurang tepat,
That you were Romeo, I was Scarlet Letter
And my Daddy said “Stay away from Juliet”
But you’re everything to me, baby please don’t go…
Bait-bait tersebut merupakan sepenggal lirik lagu Love Story milik Taylor Swift. Awalnya saya cuma menikmati lagunya saja. Easy listening dan mengingatkan pada romansa ketika masih remaja (lho? Emang sekarang sudah tua?? Bukan tua, tapi dewasa…hee… – penulis). Tapi setelah saya perhatikan liriknya, saya berpikir bahwa lagu tersebut mungkin diilhami dari rasa emosional sentimentil yang biasa dialami remaja putri ketika sedang jatuh cinta. Berasa Romeo dan Juliet gitu…..
Kalau kisah Romeo – Juliet sudah mahsyur dan saya yakin setiap orang tahu kisah kasih dua anak manusia yang berakhir tragis tersebut. Tapi….sebentar…. Scarlet Letter? Apa itu? Atau justru siapa? Kenapa dirujuk sebagai salah satu ilham dari lagu tersebut? Apa hubungannya dengan Romeo? Apakah ada tokoh lain diantara Romeo dengan Juliet? Jangan-jangan diantara mereka sebenarnya ada kisah cinta segitiga atau bahkan segiempat seperti dalam drama-drama Korea? Sepertinya analisisnya semakin lama semakin ngawur saja…
Daripada melakukan tebakan-tebakan asal, maka saya mencari novel atau buku apapun yang membahasnya ketika pergi ke Perpustakaan Kota Jogja (walaupun niat awal saya ke sana bukan itu, tetapi tiba-tiba saja berniat mencari). Saya pikir, tentunya suatu jenis karya sastra yang terkenal dan familiar di dunia kesusastraan. Setelah saya cari beberapa lama, akhirnya saya temukan novel dengan judul Scarlet Letter karya dari Nathaniel Hawthorne. Kebetulan novel yang saya temukan ini sudah merupakan novel terjemahan terbaru dengan tebal 308 halaman beserta kata pengantarnya. Bukan suatu novel yang tebal menurut saya.
Awal-awal membacanya, saya menarik nafas panjang-panjang. - Meskipun jika saya diminta untuk mentranslatekan novel aslinya ke dalam Bahasa Indonesia belum tentu lebih baik atau sama baiknya - saya benar-benar lelah membaca novel terjemahan ini. Terjemahannya kurang begitu bagus, apalagi jika dibandingkan terjemahan Sherlock Holmes atau Harry Potter yang sangat luwes dan halus. Tapi inti ceritanya masih dapat kita ikuti, meski pada banyak kalimat terasa banyak kata yang kurang pas.
Lalu siapa itu Scarlet Letter?
Kisah Scarlet Letter ini terjadi pada masa Kriten Puritan masih sangat mengakar di Amerika Serikat, tepatnya di New England Massachusett, sekitar satu abad setelah Ratu Elizabeth I berkuasa. Scarlet Letter sebenarnya nama julukan. Awalnya Scarlet Letter diartikan secara literal, huruf berwarna scarlet. Huruf berwarna scarlet ini wajib dikenakan oleh orang-orang yang melakukan perzinahan. Huruf berwarna scarlet dibordirkan di baju bagian dada agar terlihat oleh semua orang. Ini merupakan sebuah sanksi sosial yang dikenakan seumur hidup pada pelaku zina.
Nama Scarlet Letter ini kemudian menjadi julukan yang melekat pada seorang wanita cantik yang terbukti melakukan perzinahan, nama asli wanita tersebut adalah Hester Prynne. Hester Prynne adalah istri dari seorang Inggris yang memutuskan untuk pindah ke New England. Tetapi Tuan Prynne masih harus mengurus hal-hal lain sebelum pindah, oleh karena itu Hester Prynne pindah terlebih dahulu. Hingga dua tahun kepindahan Hester Prynne ke New England, suaminya belum juga tiba di sana. Suaminya masih berkeliling beberapa negara Eropa dan wilayah Amerika lain untuk belajar mengenai pengobatan.
Yang menjadi skandal kemudian, Hester Prynne hamil dan melahirkan seorang anak padahal selama dua tahun suaminya belum tiba di New England sekali pun. Hester Prynne pun kemudian diadili di hadapan masyarakat seluruh kota dan dijatuhi hukuman mengenakan huruf berwarna scarlet di dada untuk seumur hidupnya. Selama diadili, Hester tak pernah mau mengatakan nama kekasih gelapnya, yang seharusnya ikut menanggung hukuman atas dosa yang telah mereka perbuat. Atas saran dari pendeta muda Arthur Dimmesdale, Hester Prynne tidak dihukum gantung. Arthur Dimmesdale, meskipun masih berusia muda, akan tetapi sangat berpengaruh dan dihormati masyarakat New England. Dimmesdale adalah orang yang shaleh, cerdas, dan setiap khotbahnya dapat menyentuh hati jemaatnya.
Pada hari Hester Prynne diadili di lapangan terbuka, sebenarnya Tuan Prynne baru saja tiba di New England. Dalam bayangannya, ia akan disambut oleh istrinya di rumah mereka yang hangat. Tetapi, betapa terkejutnya Tuan Prynne melihat istrinya bersama seorang bayi di gendongannya, yang tentu saja bukan anaknya, dihakimi atas perbuatan zina. Akan tetapi, Tuan Prynne tidak membuka jati dirinya sebagai suami Hester Prynne. Harga dirinya tercabik oleh perbuatan istrinya. Ia tidak ingin melukai harga dirinya lebih dalam lagi dengan mengungkapkan siapa sesungguhnya dirinya pada masyarakat. Tuan Prynne mengunjungi Hester di penjara dan menyumpah Hester untuk tidak membuka rahasianya.
Waktu berselang. Hester Prynne tetap dikucilkan oleh masyarakat. Hester menghabiskan waktunya bersama anaknya, Pearl, di suatu pondok yang letaknya jauh dari pemukiman masyarakat. Hester menghidupi mereka berdua dengan membordir baju, jubah, topi, dan semua macam aksesoris penduduk kota. Tuan Prynne tetap hidup di New England dengan satu tujuan dan kebulatan tekad untuk menemukan lelaki yang telah berselingkuh dengan istrinya. Tuan Prynne menjadi dokter di New England dengan nama baru Roger Chillingworth. Ia pun dipercaya untuk merawat pendeta kesayangan masyarakat New England, Dimmesdale, yang meskipun masih muda semakin hari kesehatannya semakin memburuk.
Selama menjadi dokter bagi Dimmesdale, Tuan Prynne banyak bertukar pikiran dan berbincang dengan pendeta muda itu. Semakin lama mengenal Dimmesdale, Tuan Prynne menyadari bahwa sakit yang diderita Dimmesdale adalah akibat dari tekanan batin akan sebuah rahasia yang dipendamnya selama ini. Rahasia apakah itu? Semakin Tuan Prynne mengumpulkan fakta-fakta yang ditemukannya, ia semakin yakin bahwa Arthur Dimmesdale adalah ayah dari anak perempuan yang dilahirkan oleh Hester Prynne. Hester Prynne pun tak dapat mengelak lagi dari tuduhan Tuan Prynne.
Hester Prynne dan Dimmesdale pun kemudian berencana untuk pergi dari New England setelah mengetahui bahwa rahasia mereka terancam dengan fakta yang baru disadari oleh Tuan Prynne. Tetapi, di hari yang mereka rencanakan berangkat, hari yang sama dengan momen khotbah terakhir yang diberikan Artur Dimmesdale untuk warga New England, Dimmesdale membawa Hester dan putri mereka ke lapangan pengadilan. Di sana lah Dimmesdale mengakui dosa yang diperbuatnya dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Begitulah inti cerita dari Scarlet Letter.
Ditinjau dari unsur cerita, cerita kisah cinta ini menarik. Suatu hal yang tidak biasa, dikisahkannya percintaan seorang pendeta. Tetapi jika Anda membaca secara langsung, tidak banyak unsur kejutan dalam pengisahan ini.
Tetapi bila kita cermati lebih dalam, dari segi pengkarakteran tokoh-tokoh, diksi, dan sudut pandang masalah, sebenarnya yang ingin dikedepankan penulis bukanlah kisah itu sendiri. Menurut saya, novel ini adalah suatu novel filosofis dan kontemplatif. Penulis ingin menunjukkan pada pembaca pandangannya mengenai dosa, orang yang berbuat dosa, dan konsekuensi dari tindakan yang kita ambil setelah melakukan dosa.
Saya ambilkan contoh,
Pendeta shaleh yang dikisahkan melakukan perzinahan dan menyimpan rahasianya rapat-rapat merupakan suatu simbol dari kerapuhan manusia untuk berbuat dosa. Sesholeh apapun manusia, pasti pernah berbuat dosa dan selalu dalam kondisi rapuh untuk tergoda masuk ke dalam dosa. Sebagai pengingat diri kita sendiri, bahwa kita sebagai manusia harus berhati-hati dan selalu menyadari perbuatan-perbuatan kita. Ini merupakan cerminan bagi diri kita sendiri, betapa banyaknya dosa yang telah kita perbuat. Dan penghakiman dosa yang paling berat justru berasal dari diri kita sendiri, jika kita masih mau mendengarkan nurani kita.
Ketidaberanian pendeta mengungkapkan rahasianya, merupakan suatu simbol harga diri dan ketakutan manusia pada kejujuran yang akan melukai image dirinya. Selama bertahun-tahun batin Dimmesdale tersiksa menyimpan rasa bersalah, tidak hanya pada Hester dan Pearl, tetapi juga pada masyarakat yang telah mempercayainya. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Dimmesdale merasakan keberanian untuk mengungkapkan dosanya di depan masyarakat dan hal itulah yang justru membebaskannya dari penderitaan yang ditanggungnya selama bertahun-tahun. Pada saat-saat terakhir, Tuan Prynne memperingatkan Dimmesdale untuk tetap tidak berkata jujur pada masyarakat. Karena Tuan Prynne tahu benar, bahwa ketidakjujuran adalah hal yang lebih menyiksa daripada kematian itu sendiri.
NB: ini hanya terjemahan sekilas tidak meliputi seluruhnya ... thanks ya!
Anda Bisa lihat Filmnya di sini silahkan diklik
Anda Bisa lihat Filmnya di sini silahkan diklik
0 Response to "Terjemahan The Scarlet Letter By Nathaniel Hawthorne"
Post a Comment